Kamis, 25 September 2014

Hidup adalah Oplosan

Mencari Ilmu dan mengejar impian menjadi seorang sarjana di kota adalah mimpi seorang pemuda Desa. Hidup didalam ramainya kota, gemerlapnya lampu-lampu kota di jalanan, dan gemuruh bising bunyi kendaraan belum lagi dinginnya Cuaca di kota itu, ya kota Malang, membuat pemuda ini semakin penasaran, Aku lah pemuda itu.

Bertahun-tahun belajar di sebuah Kampus ternama, tiap bulan meminta kiriman dana buat makan, minum dan rokok, dan jika ada waktu lebih orang tua mengirim sebotol oplosan dari Desa, sembari bertanya “Gimana Rasanya? Ayah campur dengan Ragi nomer Satu dan di Fregmentasikan lebih  dari 1 Bulan, ini Harganya Ayah patok 75ribu/liter” Menjelaskan Ayah padaku.

Yah, sehari-hari Ayah dan ibu bahu-membahu membangun sebuah pabrik sederhana untuk membuat minuman Tradisional, walau daerahku tidak dikenal sebagai Daerah penghasil Miras seperti Bali atau Tuban, namun di sini Cukup Ramai peminatnya. Tak peduli dengan Resikonya, tak peduli dengan Effect sampingnya. Karena kami makan dan sekolah dari jualan Minuman Tradisional ini, ya kiriman bulananku, dan uang Semester yang aku bayarkan, semuanya hasil dari oplosan ini. Namun semenjak aku punya kerja dan lepas dari Orang tua, aku mulai membangun Usaha kecil-kecilan yang lepas dari minuman Oplosan. Aku membuka usaha Kuliner di daerah tempat aku kuliah,